Era
globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi,
berdampak pada semakin ketatnya persaingan dan semakin cepatnya terjadi
perubahan pada lingkungan usaha. Barang-barang hasil produksi dalam negeri saat
ini sudah harus langsung berkompetisi dengan produk-produk dari luar negeri,
dan perusahaan harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi
mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya daur hidup
produk, dan keuntungan yang didapat pun akan semakin rendah.
Dengan
kondisi internal kebanyakan perusahaan yang memburuk dan bangkrutnya sebagian
perusahaan, menjadikan perhatian terhadap pengaruh dan dampak faktor-faktor
lingkungan eksternal perusahaan menjadi sangat penting. Perubahan lingkungan
bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu
atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala
nasional, regional maupun global. Sebagian dari dampak yang mereka timbulkan
banyak terbukti telah mempengaruhi datangnya berbagai kesempatan usaha (business opportunities), tetapi banyak
pula rekaman contoh kasus dari faktor eksternal ini yang menjadi kendala dalam
berusaha (business threats and
constraints).
Perhatian
kita saat ini tertuju pada satu dari sekian banyak perjanjian yang dibuat oleh
negara-negara di Asia Tenggara, yaitu ASEAN
Economic Community atau biasa kita dengar AEC. AEC merupakan suatu
kesepakatan bersama dengan tujuan untuk kerjasama yang lebih solid dan kuat.
Dengan adanya tujuan kerjasama yang solid dan kuat ini, diharapkan dapat
meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN, sehingga dapat
mensejahterakan masyarakat yang ada diseluruh kawasan Asia Tenggara.
ASEAN
Economic Community merupakan salah
satu bentuk Free Trade Area (FTA),
dimana AEC akan berintegrasi lewat kerjasama ekonomi regional yang diharapkan
mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak terkecuali perdagangan. Jika
dilihat dari segi peluang Indonesia, Indonesia memiliki suatu kesempatan yang
cukup besar untuk turut serta dalam pemanfaatan integrasi ekonomi dalam membuka
pasar yang lebih luas bagi kawasan ASEAN. Memiliki SDM dan SDA yang banyak,
menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan bagi investor, sehingga menjadikan
pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengatur kebijakan terhadap para
investor nantinya, agar tidak saja mencari keuntungan tetapi juga mampu
meningkatkan kualitas perekonomian Indonesia.
Pada
era globalisasi saat ini, kemajuan perkembangan dituntut untuk terjadi di
segala aspek, termasuk perekonomian. Perkembangan dalam dunia perekonomian yang
terjadi saat ini adalah hambatan-hambatan dalam perekonomian yang tanpa sadar
semakin memudar dengan ditandainya peralihan arus dana yang semakin mudah dan
cepat, dari pihak yang surplus kepada pihak yang mengalami defisit. Pasar modal
dianggap sebagai pintu masuk investasi terhadap aliran dana dari pihak yang
kelebihan kekayaan (surplus), kepada pihak yang kekurangan dana (defisit), yang
kemudian berperan sebagai lembaga perantara keuangan diantara kedua belah
pihak. Investor disini merupakan pihak yang mengalami kondisi kelebihan
kekayaan atau surplus dalam kaitannya dengan keuangan.
Siapakah
yang dimaksud dengan pihak-pihak yang surplus ini? Mengaitkan tentang investasi
dan sumber dana yang digunakan, investor sendiri dapat dibagi dalam beberapa
jenis. Yang pertama adalah investor domestik, yaitu investor yang berasal dari
dalam negeri, yang menyusun dan mengumpulkan asetnya di pasar modal dalam
negeri. Yang kedua adalah investor asing, yaitu investor yang memiliki sejumlah
dana dari luar negeri yang kemudian menyusun dan mengumpulkan asetnya pada
sejumlah negara yang berbeda.
Investor
asing yang datang ke negara – negara lain sebenarnya memiliki motif klasik
dibalik penyaluran dananya kepada pihak yang terkait. Investor menyalurkan
dananya ke negara lain biasanya tidak hanya memiliki satu motif saja, tetapi
bisa karena beberapa motif sekaligus. Motif klasik para investor biasanya
meliputi, motif mencari bahan mentah atau sumber daya alam, mencari tenaga
kerja yang melimpah dan bisa dibayar lebih murah agar dapat meminimalkan biaya
tenaga kerja, kemudian mencari pasar baru yang dirasa cukup memiliki peluang
untuk meluaskan usaha dan masih banyak lainnya termasuk motif mengembangkan
teknologi usahanya.
Dengan
menjadi investor di sebuah negara, paling tidak ada empat cara investor
tersebut dapat masuk ke negara yang ditujunya yaitu distressed asset invesment, strategic
invesment, direct investment, dan
portofolio invesment. Berikut
penjelasannya. Distressed asset invesment
merupakan suatu investasi yang dilakukan untuk mendapatkan kepemilikan atau
membeli hutang dalam suatu perusahaan ketika terjadi kesulitan keuangan. Kedua, strategic
investment, secara umum investor asing mengakuisisi perusahaan yang
memiliki pangsa pasar yang cukup luas dan berada dalam segmentasi bisnis serta
faktor lokasi yang mendukung strategi ekspansi perusahaan investor. Ketiga
yakni direct invesment atau biasa
dikenal dengan investasi langsung. Investasi jenis ini biasanya berlangsung
pada sektor yang belum begitu berkembang, misalnya pembangunan yang sarat akan
sentuhan teknologi terkini atau pembangunan di sektor otomotif, biasanya adalah
suatu perusahaan. Keempat adalah portofolio
investment yaitu investasi dalam surat hutang dan saham di pasar modal.
Portofolio investment
inilah yang selama ini menjadi perhatian banyak praktisi di bidang pasar modal.
Mengapa demikian? Karena investor jenis ini merupakan yang paling cepat
memindahkan eksposurnya di suatu negara jika terjadi gejolak politik, ekonomi,
kurs yang diintrepretasikan sebagai ketidakpastian. Mereka juga adalah investor
yang memiliki pilihan paling luas dibanding ke tiga jenis investor di atas.
Sehingga jika ada kejadian tertentu baik secara makro, sekoral ataupun regulasi
pemerintah, maka investor ini adalah yang lebih rentan dan sensitif terhadap
refleksi atas informasi tersebut. Besarnya nilai investasi asing yang masuk
atau keluar, praktis juga akan mempengaruhi pasar secara keseluruhan akibat
adanya volume transaksi yang besar.
Pasar
modal berkembang dapat diidentifikasi melalui suatu negara, apakah negara
tersebut merupakan negara maju atau tergolong negara berkembang. Indikatornya
adalah pendapatan perkapita dari suatu negara, biasanya yang termasuk dalam negara
berpenghasilan rendah sampai menengah. Namun karakteristik yang paling mencolok
adalah dilihat nilai kapitalisasi pasarnya yaitu banyaknya perusahaan yang
tercatat, kumulatif volume perdagangan, keketatan peraturan pasar modal, hingga
kecanggihan dan kultur investor domestiknya.
Konsekuensi
pasar modal berkembang adalah nilai kapitalisasi pasarnya yang kecil. Ukuran
suatu kapitalisasi pasar biasanya dilihat dari rasio perbandingan dengan nilai
produk domestik bruto suatu negara. Selain itu konsekuensi lainnya adalah
terdapatnya volume transaksi perdagangan yang tipis (thin trading) yang disebabkan oleh ketidaksingkronan perdagangan (non-syncronous trading) di pasar.
Perdagangan yang tidak singkron disebabkan oleh banyaknya sekuritas yang
teracatat tidak seluruhnya diperdagangkan, artinya terdapat beberapa waktu
tertentu dimana suatu sekuritas tidak terjadi transaksi (Hartono, 2003).
Alasan
utama investor asing memindahkan dananya ke negara berkembang adalah karena
negara berkembang memiliki potensi-potensi usaha yang belum tergali seluruhnya,
seperti pada motif klasik investasi ke negara lain. Beberapa pengamat politik
dan perekonomian mengemukakan bahwa tujuan investor asing datang ke
negara-negara miskin yaitu biasanya hanya melihat kesempatan untuk menarik
sumber daya alam, upah kerja yang murah dan sebagai sasaran produk atau jasa
yang tidak berkualitas bagus. Namun terdapat alasan lain yang mendampingi motif
tersebut, yaitu perbedaan yang mencolok dengan negara maju. Jika kita gunakan
pendekatan daur hidup usaha maka negara berkembang masuk dalam kategori
bertumbuh (growth) dibanding negara
maju yang masuk dalam kategori matang (mature).
Artinya bahwa terdapat daya tarik dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang
tentu saja disertai oleh return yang
tinggi pula, karena pertumbuhan ekonomi merupakan indikator agregat dari
industri di suatu negara. Misalnya bisnis telekomunikasi selular di Indonesia
yang tergarap secara padat baru di Pulau Jawa saja, sedangkan di luar itu masih
berpotensi tinggi untuk dijadikan pangsa pasar baru.
Modal
asing yang masuk ke negara tertentu memungkinkan bisnis di negara tersebut
untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat dibandingkan jika hanya memobilisasi
sumber daya domestik. Hanya saja arus uang yang berasal dari portofolio investment seringkali
dikhawatirkan hanya aliran uang panas dari negara lain. Aliran dana yang sering
dikenal sebagai capital fight ini
dipandang oleh pemerintah sebagai investasi yang spekulatif, tidak dapat
diandalkan dan cenderung sarat akan kegiatan ambil untung (profit taking) di pasar modal. Pada tahap selanjutnya dana seperti
ini akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi domestik.
Secara
sederhana adalah dengan menjaga suatu kestabilan ekonomi makro, misalnya
inflasi terkendali, ekonomi bertumbuh dan sebagainya, salah satu cara untuk
mewujudkannya yaitu dengan menciptakan suatu sistem pasar yang adil dan
kompetitif. Kompetitif dan adil artinya bahwa tidak ada pihak yang diuntungkan
secara berlebih akibat adanya informasi yang bias dan sebaliknya. Sebagai
contoh adanya pungutan liar yang marak di negara kita yang dilakukan oleh oknum
yang terjaring dalam suatu sindikasi tertentu, dengan membayar pungutan
tersebut misalnya, perusahaan diperlancar dalam pengurusan perijinan dibanding
perusahaan yang tidak melakukan hal itu. Pungutan liar juga mengandung
ketidakpastian harga yang tinggi karena tidak terdapat standar yang jelas dan
dilakukan secara ilegal. Pungutan liar dapat dikategorikan sebagai biaya akibat
beban risiko yang menyebabkan biaya produksi lebih tinggi.
Peran
pemerintah sebagai fungsi regulator tidaklah cukup karena secanggih dan seketat
apapun regulasi bila tidak dilakukan dengan kesadaran (awareness) yang tinggi pastinya akan berjalan setengah-setengah dan
berikutnya setiap pelaku akan selalu mencari celah dari regulasi tersebut.
Pemerintah layaknya juga harus dapat peran sebagai guarantor yang memberikan
jaminan kepada investor baik domestik maupun asing. Jaminan kepastian ekonomi
tidak lah cukup, pemerintah entah bagaimana caranya harus bisa memberikan
kepastian hukum dan kepastian kondisi politik. Karena dua faktor tersebut juga
berkaitan erat dengan faktor kultur sumber daya manusia.
Pasar
modal seperti ini memiliki kecenderungan return tinggi tetapi tinggi pula
risikonya. Momentum aliran dana asing selama ini yang menghiasi pasar modal
Indonesia sebaiknya juga disambut dengan aliran dana domestik untuk dapat
meningkatkan kapitalisasi pasar. Dengan cara seperti itu peran pasar modal
sebagai penggerak roda pembangunan dan peningkat kesejahteraan masyarakat dapat
terwujud. Pasar modal tidaklah hanya dikuasai oleh satu atau dua kelompok saja
tetapi merupakan sebuah sistem yang terintegrasi untuk bergerak bersama-sama
antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat.
Sumber
Referensi :
Harjito,
D, A. 2010. Perubahan Musiman (Seasonality) Pasar Modal dan Efek Kontagion di
Negara-Negara Asean. Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 14, No. 1, Hal: 1–18.
Daft,
Richard L. 2013. Era Baru Manajemen buku satu. Alih bahasa: Tita Maria
Kanita. Edisi Sembilan. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar