Selasa, 04 Agustus 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA

OTONOMI DAN MEMBANGUN DAERAH
            Salah satu fenomena paling mencolok dari hubungan antara sistem Pemerintah Daerah (Pemda) dengan pembangunan adalah ketergantungan Pemda yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini terlihat jelas dari aspek keuangan: Pemda kehilangan keleluasaan bertindak untuk mengambil keputusan-keputusan penting, dan adanya campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap Pemda. Pembangunan di daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari pembangunan juga semakin besar.

            Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat. Ironis, kendati Undang-Undang (UU) telah menggarisbawahi titik berat otonomi pada kabupaten/kota, namun justru kabupaten/kota yang mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibanging provinsi.

 SEJARAH DESENTRALISASI INDONESIA
            Sejarah mencatat bahwa upaua desentralisasi di Indonesia bak ayunan pendulum: pola zig-zag terjadi antara desentralisasi dan sentralisasi. Upaya desentralisasi telah dicoba diterapkan pada masa penjajahan Belanda (1900-1940) dan revolusi (1945-1949); diluar periode itu sentralisasi secara administratif, politik, dan fiskal amat terasa (Jaya & Dick, 2001).
            Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah kirisi yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim. Dari rezim ototarian ke rezim yang lebih demokratis setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto, dan sebagai reaksi yang kuat dari kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan sumber daya di pemerintahan selama tiga dekade terakhir.
            Banyak provinsi yang kaya dengan sumber daya alam menyatakan ketidakpuasan akan hasil eksploitasi sumber daya alamnya yang sebagian besar digunakan oleh pemerintah pusat. Struktur pemerintahan terpusat telah mengakibatkan kesenjangan regional antara Jakarta aatau Jawa dengan luar Jawa, maupun atara Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia (Kuncoro, 2002). Rasa sentimen yang muncul adalah sumbangan yang sangat besar yang diberikan provinsi yang kaya akan sumber daya alam pada pembangunan ekonomi nasional yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima.
            Pergeseran prioritas pembangunan dari sektor pertanian ke sektor industri yang mendukung pertanian, yang tidak disertai dengan pertimbangan spasial, memberikan dampak percepatan pembangunan di satu pihak dan penumpukan konsentrasi manufaktur di pihak lain. Studi yang menganalisis trend aglomerasi dan kluster dalam sektor industri manufaktur Indonesia, 1976-1999, menyatakan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia sejak 1985-1999 telah berdampak pada semakin menguatnya konsentrasi industri secara spasial di daerah-daerah perkotaan di Pulau Jawa, terutama di wilayah Jabodetabek-Bandunng dan Gerbangkertasusila (Garcia, 2000).
            Upaya deregulasi perdagangan di Indonesia pasca pertengahan 1980-an gencar dilakukan namun ternyaata kebbijakan interverensi juga diterapkan yang lebih menguntungkan Jawa. Fakta ini didukung oleh sebuah setudi yang menunjukkan bahwa rezim interverensi Indonesia (yaitu kebijakan perdagangan dan harga) selama 1987-1995 telahh menguntungkan Pulau Jawa dan memajakki provinsi-provinsi di luar Pulau Jawa (Garcia, 2000). Dengan kata lain, kebijakan yang membuka diri terhadap persaingan internasional semacam ini telah menimbulkan transfer pendapatan dar daerah yang miskin ke daerah yang kaya. 

REFORMASI STRUKTUR PEMERINTAHAN
Otonomi Daerah dalam Kerangka NKRI
            Sejarah mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring dengan perubahan konstelasi politik yang melekat dan terjadi pada perjalanan kehidupan bangsa. Pada pra kemerdekaan, Indonesia dijajah Belanda dan Jepang. Penjajah telah menerapkan desentraliasi yang bersifat sentralistis, birokratis, dan feodalistis untuk kepentingan mereka. Penjajah Belanda menyusun suatu hirarki Pangreh Praja Bumiputra dan Pangreh Praja Eropa yang harus tunduk kepada Gubernur Jendral.
            Pemerintah pendudukan Jepang pada dasarnya melanjutkan sistem pemerintahan daerah seperti zaman Belanda, dengan perubahan ke dalam bahasa Jepang. Sejak pemerintahan Republik Indonesia, bbeberapa UU tentang pemerintahan daerah telah ditetapkan dan berlaku silih berganti. Ini dimaksudkan untuk mencari bentuk dan susunan pemerintahan yang sesuai engan situasi dan kondisi, yang lebih cocok dan memenuhi harapan, serta sesuai dengan tuntutan pembangunan. Pendulum desentralisasi dan dekonsentrasi pun bergoyang-goyang mengikuti konfigurasi kekuasaan pada masa itu. 

ANATOMI  KEWENANGAN  PEMERINTAH
            Penataan urusan pemerintahan dimaksudkan untuk memperjelas sekaligus menentukan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan secara proporsional sehingga nantinya prinsip money follows function dan structure follows functions akan betul-betul dapat direalisasikan. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintah pusat dengan daerah otonom. Urusan pemerintah dimaksud meliputi :
a.       Politik Luar Negeri     :           mengangkat pejabat diplomatik, menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabaatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri.
b.      Pertahanan                  :           mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya.
c.       Keamanan                   :           mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara.
d.      Moneter                       :           mencetak yang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya
e.       Yustisi                         :           mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakin dan jaksa, mendirikan lembaaga pemasyarakatan.
f.       Agama                         :           menetapkan hari libur agama yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama 

HUBUNGAN APBN DAN APDB
            Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Menurut UU No.33/2004 pasal 10, Dana Perimbangan terdiri dari:
1)      Dana Bagi Hasil dari PBB, BPHTB, PPh orang pribadi dan Sumber Daya Alam.
2)      Dana Alokasi Umum (DAU)
3)      Dana Alokasi Khusus (DAK)
Hak yang dimiliki oleh daerah yaitu :
1)      Hak untuk memungut pajak berdasarkan UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
2)      Hak untuk mendapatkan dana perimbangan;
3)      Hak untuk dapat melakukan pinjaman.

Dalam hal konteks kewajiban yaitu:
1)      Daerah harus dapat mengelola dana tersebut secara sinkron dengan kebijakan pusat;
2)      Daerah diharuskan untuk mengelola dana dengan efisien, efektif, accountable, dan transparan;
3)      Daerah harus mempertanggungjawabkan dan melaporkan penggunaan dana.

      MASALAH dan ISU SENTRAL DALAM IMPLEMENTASI OTDA
            Pertama, bergesernya egoisme sektoral menjadi fanatisme daerah. Egoisme sektoral tterjadi karena pembangunan bertumpu pada asas dekonsentrasi dan bersifat sektoral.
            Kedua, dengan otda, ada tendensi masing-masing daerah mementingkan daerahnya sendiri dan bahkan bersaing satu sama lain dalam berbagai hal, terutama mengumpulkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Otonomi kemudian diidentikkan dengan automoney. Artinya, otonomi diterjemahkan semata-mata dari meningkatnya pangsa PAD terhadap total APBD.  

Sumber :  Ekonomika Indonesia. 
               Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Krisis Global. 
               Oleh : Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D
               Penerbit dan Pencetak 
               UPP STIM YKPN Yogyakarta 
               Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 7 Yogyakarta 55581 

Jumat, 02 Januari 2015

Etika Pemasaran dan Tanggung Jawab Sosial

Rangkuman bab 20 
“Etika Pemasaran dan Tanggung Jawab Sosial”
Phillip Kotler - Gary Armstrong 


Dalam bab 20 ini, fokus utama adalah pada peran pemasaran sebagai institusi sosial. Pertama, akan membahas kritik umum mengenai pemasaran ketika pemasaran mempengaruhi konsumen individual, bisnis lain dan masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya, yang kedua akan mempelajari mengenai konsumerisme, environmentalism (paham lingkungan), serta tindakan warga negara dan publik lainnya untuk menjaga pemasaran tetap pada relnya. Dan yang ketiga adalah melihat cara perusahaan itu sendiri mengambil manfaat dari tindakan mengejar tanggung jawab sosial dan praktek etika secara proaktiff yang tidak hanya membawa nilai bagi pelanggan individual, tetapi bagi masyarakat secara keseluruhan.

Kritik Sosial Pemasaran
Pemasaran mendapat banyak kritik. Beberapa kritik ini dibenarkan, namun banyak juga yang tidak diterima. Kritik sosial mneyatakan bahwa praktek pemasaran tertentu melukai konsumen individual, masyarakat secara keseluruhan, dan perusahaan lain.

Dampak Pemasaran pada Konsumen Individual
Konsumen menyimpan banyak kekhawatiran tentang seberapa baik sistem pemasaran melayani kepentingan mereka. Survei biasanya memperlihatkan bahwa konsumen mempunyai sikap yang baur atau sedikit tidak menyenangkan terhadap praktek pemasaran. Pengacara konsumen, badan pemerintah, dan kritikus lain menuduh pemasaran merugikan konsumen melalui beberapa hal, diantaranya:
 harga tinggi,
 praktek curang,
 penjualan dengan tekanan,
 produk yang ceroboh atau tidak aman,
 pengabaian yang direncanakan,
 layanan yang buruk kepada konsumen yang lemah.


Harga Tinggi
Banyak kritik menuduh bahwa sistem pemasaran di Amerika menyebabkan harga barang lebih tinggi daripada jika barang itu berada di bawah sistem yang lebih “masuk akal”. Mereka menunjuk tiga faktor yaitu biaya distribusi yang tinggi, biaya iklan dan promosi yang tinggi, serta mark up yang berlebihan.

Biaya Distribusi yang Tinggi
Telah lama dikemukakan tunduhan bajwa perantara yang rakus telah menaikkan harga melampaui nilai layanan mereka. Para kritikus beranggapan bahwa mereka terlalu banyak perantara, tidak efisiennya perantara, atau bahwa mereka memberikan layanan yang tidak penting atau duplikasi layanan. Akibatnya, biaya distribusi terlalu tinggi, dan konsumen membayar biaya yang berlebihan ini dalam wujud harga yang lebih tinggi.
Mark up mencerminkan layanan yang diinginkan konsumen itu sendiri, toko yang lebih besar dan lebih nyaman, layanan yang lebih banyak, jam toko yang lebih panjang, hak mengembalikan barang, dan lainnya. Bahkan, kompetisi eceran begitu sengit sehingga marjin sesungguhnya cukup rendah. Sebagai contoh, setelah dipotong pajak, rantai supermarket umumnya hanya meninggalkan laba 1 persen terhadap penjualan mereka. Jika sejumlah penjual perantara berusaha menetapkan harga yang relatif terlalu tinggi terhadap nilai yang mereka tambahkan, penjual perantara lain akan masuk dengan harga yang lebih rendah.

Biaya Iklan dan Promosi yang Tinggi
Pemasaran modern juga dituduh menaikkan harga untuk mendanai promosi penjualan dan iklan besar-besaran. Sebagai contoh, beberapa lusin tablet merek penghilang rasa sakit yang dipromosikan besar-besaran dijual pada harga yang sama dengan 100 tablet merek yang kurang dipromosikan.
Pemasar merespon bahwa iklan memang menambah biaya produk, tetapi iklan juga menambah nilai dengan memebri tahu pembeli potensial tentang ketersediaan suatu produk dan nilai mereknya. Produk bermerek bisa berharga jauh lebih, tetapi merek memberi jaminan kualitas konsisten kepada pembeli. Lebih jauh lagi, konsumen biasanya dapat membeli versi fungsional produk pada harga yang lebih rendah. Meskipun demikian, mereka ingin dan bersedia membayar lebih untuk produk yang juga menyediakan manfaat psikologis yang membuat mereka merasa kaya, atraktif atau spesial. Selain itu, iklan dan promosi besar besaran mungkin diperlukan perusahaan untuk menyamai usaha pesaing, dan bisnis akan kehilangan “pangsa pikiran” jika bisnis itu tidak sesuai dengan pengeluaran kompetitif. Masalahnya, pada saaat yang sama, perusahaan menyadari tingginya biaya promosi dan berusaha membelanjakan uang mereka dengan bijaksana.


Mark Up Secara Berlebihan
            Pemasar merespon bahwa sebagian besar konsumen bisnis berusaha memperlakukan konsumen dengan adil karena mereka ingin membangun hubungan dengan oelanggan dan mengulangi bsinis. Kebanyakan pelanggan konsumen terjadi secara tidak disengaja. Pemasar tidak jujur yang memanfaatkan konsumen harus dilaporakan ke Better Business Bureaus dan kepada badan federal serta negara bagian. Pemasar juga merespon bahwa kosnumen sering tidak memahami alasan markup harga yang tinggi. Sebagai contoh, markup harga farmasi harus mencakup biaya pembelian, promosi dan distribusi obat-obatan yang ada, ditambah biaya riset dan pengembangan yang tinggi untuk memformulasikan dan menguji obat baru.

Praktek Menyesatkan
            Pemasar kadang-kadang dituduh melakukan praktek menyesatkan yang membuat konsumen mempercayai bahwa dirinya akan mendapatkan nilai lebih daripada yang biasa mereka dapatkan. Praktek menyesatkan dibagi dalam tiga kelompok yaitu penetapan harga, promosi, dan kemasan.
   û  Penetapan harga yang mengelabui meliputi praktek seperti pemasangan harga “pabrik” atau “grosir” yang menipu atau pengurangan harga yang gila-gilaan dari harga daftar eceran yang tinggi yang palsu.
  û  Promosi menyesatkan meliputi praktek seprti berbohong tentang fitur atau kinerja produk atau menarik pelanggan ke toko untuk membeli barang yang tidak ada persediaannya.
  û  Kemasan yang menyesatkan meliputi praktek seperti melebih-lebihkan isi kemasan melalui desai yang cerdik, menggunakan label yang membingungkan atau menggambarkan ukuran dalam istilah yang salah. 
Pemasar berpendapat bahwa sebagian besar perusahaan menghindari praktek menyesatkan karena praktek semacam itu akan berdampak negatif bagi bisnis mereka dalam jangka panjang. Hubungan pelanggan yang menguntungkan dibangun di atas pondasi nilai dan kepercayaan. Jika konsumen tidak mendapat apa yang mereka harapkan, mereka akan beralih ke produk lain yang lebih dapat diandalkan. Konsumen biasanya mampu melindungi dirinya dari kecurangan. Sebagian besar konsumen menyadair maksud penjualan pemasar dan berhati-hati ketika melakukan pembelian, kadang-kadang bahkan sampai pada titik dimana mereka tidak mempercayai sama sekali klaim produk yang benar. 



Pemaksaan Penjualan
            Wiraniaga kadang-kadang dituduh melakukan pemaksaan penjualan dalam artian membujuk orang untuk membeli barang yang tidak pernah mereka pikirkan untuk mereka beli. Sering dikatakan bahwa asuransi, real estate, dan mobil bekas dijual bukan dibeli. Wiraniaga dilatih untuk memberikan presentasi yang lancar dan mudah dimengerti untuk menarik pembelian. Mereka berusaha keras menjual karena kontes penjualan menjanjikan hadiah besar bagi merka yang menjual paling banyak.
            Dalam sebagian kasus, pemasar sulit mendapatkan pelanggan dari pemaksaan penjualan. Taktik semacam itu mungkin berguna dalam situasi penjualan satu kali utnuk perolehan jangka pendek semata. Namun, sebagian besar penjualan melibatkan pembangunan hubungan jangka panjang dengan pelanggan yang berharga. Pemaksaaan penjualan atau penjualan yang menyesatkan  bisa merusak keharmonisan hubungan semacam itu.

Produk yang Tidak Bermoral, Berbahaya, atau Tidak Aman.
            Kritik lainnya menyoal kualitas atau fungsi produk yang buruk. Satu keluhan yang umum adalah betapa seringnya, produk tidak dibuat dengan baik dan pelayanan tidak dilakukan dengan baik. Keluhan kedua adalah bahwa banyak produk yang hanya menghantarkan sedikit manfaat, atau produk itu mungkin saja berbahaya. Kritik ketiga menyangkut keamanan produk. Keamanan produk telah menjadi masalah untuk beberapa alasan, termasuk tidak pedulinya perusahaan, meningkatnya kompleksitas produk, dan buruknya pengendalian kualitas.
            Bagaimanapun juga, sebagian besar produsen ingin menghasilkan barang berkualitas. Cara perusahaan menangani kualitas produk dan masalah keamanan bisa merusak tapi juga bisa meningkatkan reputasinya. Perusahaan yang menjual produk berkualitas buruk atau produk yang tidak aman menanggung risiko menghadapi konflik dengan kelompok konsumen dan pembuat peraturan. Selanjutnya, produk yang tidak aman bisa menghasilkan tuntutan tanggung jawab hukum produk dan ganti rugi yang besar akan kerusakan yang ditimbulkannya. Rata-rata besarnya kompensasi yang diberikan juri untuk kasus tanggung jawab hukum produk dari tahun ke tahun mencapai 700.000 dolar, tetapi tuntutan individual atau class action sering mencapi puluhan juta dolar. Dan peraturan yang diajukan bahkan mungkin mengkriminalkan tanggung jawab hukum produk, mengenakan denda kriminal bagi menajer yang mengetahu cacat pada produk tetapi tidak mengungkapkan cacat itu kepada publik.
            Lebih mendasar lagi, konsumen yang tidak senang dengan produk perusahaan bisa menghindari pembelian mereka di masa depan dan memberitahu konsumen lain untuk bertindak sama. Jadi, permasalahan kualitas bisa mengakibatkan konsekuensi buruk. Pemasar masa kini tahu bahwa kualitas yang digerakkan pelanggan menghasilkan nilai dan kepuasan pelanggan, yang selanjutnya menciptakan hubungan pelanggan yang menguntungkan.


Penguasaan yang Disengaja
            Kritikus juga menuduh bahwa beberapa produsen mengikuti program pengusangan yang disengaja, membuat produk mereka ketinggalan zaman (usang) sebelum produk itu benar-benar membutuhkan penggantian. Kritikus menuduh bahwa beberapa produsen senantiasa mengubah konsep konsumen mengenai gaya untuk mendorong pembelian yang semakin banyak dan semakin dini. Contoh jelasnya adalah mode pakaian yang terus berubah.  Produsen lain dituduh menahan fitur fungsional yang atraktif, untuk memperkenalkannya kemudian agar model yang lama menjadi ketinggalan zaman.
Kritikus menyatakan taktik ini terjadi dalam industri elektronik konsumen dan komputer. Sebagai contoh, Intel dan Microsoft dituduh bertahun-tahun menahan chip komputer dan piranti lunak generasi berikut sampai permintaan habis untuk generasi saat ini. Produsen lain dituduh menggunakan bahan dan komponen yang akan rusak, melemah dan berkarat atau busuk lebih cepat dari yang seharusnya. Seorang penulis menyatakannya sebagai berikut : “Keajaiban teknologi modern meliputi perkembangan kaleng soda, yang ketika dibuang akan bertahan ratusan tahun yang walaupun dirawat dengan baik, akan berkarat dalam dua atau tiga tahun.
Pemasar membela diri dengan menyatakan bahwa konsumen menyukai perubahan gaya, mereka bosan dengan barang lama dan menginginkan penampilan baru dalam mode pakaian atau desain mobil baru. Tak seorang pun diharuskan membeli tampilan baru itu,, dan jika hanya sedikit orang yang menyukainya, produk akan gagal. Untuk sebagian besar produk teknik, pelanggan menginginkan inovasi terbaru, bahkan juka model lama masih bekerja. Perusahaan yang menahan fitur baru menanggung risiko bahwa pesaingnya akan memperkenalkan fitur baru terlebih dahulu dan mencuri pasar. Sebagai contoh, tinjaulah komputer pribadi anda. Beberapa konsumen menggerutu bahwa dorongan konstan industri elektronik konsumen untuk menghasilkan model “yang lebih cepat, lebih pintar, lebih murah” menuntut konsumen terus membeli mesin yang baru untuk mengikuti perkembangan zaman. Meskipun demikian, orang lain tidak sabar menunggu kehadiran model terbaru.
Maka, sebagian besar perusahaan tidak merancang produk mereka untuk rusak lebih cepat, karena mereka tidak ingin pelanggan beralih ke merek lain. Sebagai gantinya, mereka mencari perbaikan konstan untuk memastikan bahwa produk akan memenuhi atau melebihi ekspetasi pelanggan secara konsisten. Sebagian besar pengusangan yang disengaja adalah kerja kekuatan persaingan dan teknologi dalam masyarakat bebas yang kekuatannya mengarah ke perbaikan barang dan jasa secara terus menerus.

Pelayanan Buruk kepada Konsumen Lemah
            Sistem pemasaran yang lebih baik harus dibangun untuk melayani konsumen yang lemah. Sebenarnya, banyak pemasar mendapat laba dengan mentargetkan konsumen semacam itu dengan barang dan jasa legal yang menciptakan nilai riil. Dalam kasus dimana pemasar tidak melangkah masuk mengisi kekosongan, pemerintah akan mengisinya.

Dampak Pemasaran pada Masyarakat Secara Keseluruhan.

Keinginan Palsu dan Materialisme yang Berlebihan
            Kritikus menuduh bahwa sistem pemasaran mendorong orang bersikap mater, di mana orang dinilai dari apa yang mereka miliki dan bukan dari siapa diri mereka. Dorongan untuk menjadi kaya dan memiliki sesuatu ini meningkat pada tahun 1980-an dan 1990-an, ketika ungkapan seperti “greed is good” dan “shop till you drop” tampaknya menjadi karakter pada masa itu.
            Dalam dekade saat ini, banyak sosiolog mencatat merebaknya reaksi terhadap kekayaan dan sampah dekade yang lalu demi kembali ke nilai dan komitmen sosial yang lebih mendasar. Meskipun demikian, obsesi kita terhadap hal-hal berbau materi terus berlanjut. Maka, pemasaran dipandang sebagai penciptaan keinginan semu yang menguntungkan industri, melebihi manfaat industri bagi konsumen. Beberapa kritikus bahkan menyatakan keprihatinan mereka dengan berdemonstrasi. Meskipun demikian, pandangan kritis ini melebih-lebihkan kekuatan bisnis dalam menciptakan kebutuhan.
            Masyarakat mempunyai pertahanan yang kuat menghadapi iklan dan sarana pemasaran lain. Pemasar berada dalam posisi yang paling efektif ketika mereka dapat menyesuaikan diri dengan keinginan yang ada ketimbang ketika mereka mencoba menciptakan keinginan baru. Selanjutnya, orang mencari informasi ketika melakukan pembelian penting dan sering tidak bergantung pada satu sumber. Bahkan pembelian minor yang mungkin dipengaruhi oleh pesan iklan hanya menimbulkan pembelian berulang jika produk mampu menghantarkan nilai pelanggan yang dijanjikan. Terakhir, tingkat kegagalan produk baru yang tinggi, memperlihatkan bahwa perusahaan tidak mampu mengendalikan permintaan.


Terlalu Sedikitnya Barang-barang Sosial
            Dewasa ini, bisnis dituduh menjual barang-barang pribadi secara berlebihan dan mengorbankan barang publik. Ketika barang pribadi meningkat, diperlukan lebih banyak layanan publik yang sebelumnya tidak tersedia. Sebagai contoh, peningkatan kepemilikan mobil (barang pribadi) memerlukan lebih banyak jalan raya, pengawasan lalu lintas, tempat parkir, dan layanan polisi (barang publik). Penjualan barang pribadi yang berlebihan menghasilkan “biaya sosial”. Untuk mobil, biaya sosial meliputi kepadatan lalu lintas, polusi udara, kelangkaan bensin, dan kematian dan cacat yang diakibatkan oleh kecelakaan mobil.
            Harus ditemukan satu cara untuk menjaga keseimbangan antara barang pribadi dan barang publik. Salah satu opsinya adalah dengan membuat produsen menanggung keseluruhan biaya sosial operasi mereka. Pemerintah bisa mengharuskan produsen mobil untuk membuat mobil dengan fitur keamanan yang lebih mumpuni, mesin yang lebih efisien, dan sistem kendali polusi yang lebih baik. Pembuat mobil kemudian akan meningkatkan harga mereka untuk mengakomodasikan biaya tambahannya. Meskipun demikian, jika pembeli mendapati bahwa harga mobil terlalu tinggi, produsen mobil ini akan menghilang. Permintaan kemudian akan berpindah ke produsen yang dapat mendukung jumlah biaya pribadi dan sosial.

Terlalu Banyak Kekuatan Politik
            Kritik lainnya adalah bahwa bisnis (korporasi) memanipulasi terlalu banyak kekuatan politik. Pengiklan dituduh memegang terlalu banyak kekuasaan atas media massa, sehingga membatasi kebebasan media melaporkan berita secara mandiri dan objektif. Karena media menerima pendapatan iklan dari berbagai pengiklanan yang berbeda, lebih mudah menolak pengaruh satu atau beberapa pengiklanan. Terlalu banyak kekuatan bisnis cenderung menghasilkan perlawanan yang memeriksa dan menyeimbangkan kepentingan kuat ini.

Dampak Pemasaran pada Bisnis Lain.
            Kritikus juga menuduh bahwa praktek pemasaran perusahaan dapat merugikan perusahaan lain dan mengurangi  kompetisi. Ada tiga masalah di sini, yaitu akuisisi pesaing, praktek pemasaran yang menciptakan hambatan utnuk masuk dan praktek pemasaran kompetitif yang tidak adil.
            Akuisisi adalah subjek yang rumit. Akuisisi kadang-kadang bisa berdampak baik bagi masyarakat. Perusahaan yang melakukan akuisisi bisa mendapat skala ekonomis yang menyebabkan penghematan biaya dan penurunan harga. Perusahaan yang dikelola dengan baik, mungkin mengambil alih perusahaan yang dikelola dengan buruk dan memperbaiki efisiensinya.. Sebuah industri yang tidak kompetitif mungkin menjadi lebih kompetitif setelah dilakukan adanya akuisisi. Namun, akuisisi juga bisa berbahaya dan, oleh karena itu, diatur ketat oleh pemerintah.

Tindakan Masyarakat untuk Mengatur Pemasaran
1.    Konsumerisme
Konsumerisme adalah gerakan warga negara dan badan pemerintah yang terorganisasi untuk meningkatkan hak dan kekuatan pembeli dalam hubungannya dengan penjual.
Hak penjual tradisional meliputi :
{  Hak untuk memperkenalkan berbagai produk dalam berbagai ukuran dan gaya.
{  Hak untuk mengenakan berbagai biaya pada produk, tanpa ada diskriminasi antara jenis pembeli yang serupa
{  Hak untuk membelanjakan uang guna mempromosikan produkm sejauh tidak didefinisikan sebagai persaingan yang tidak adil
{  Hak untuk menggunakan berbagai pesan produk, sejauh tidak menyesatkan atau curang dalam hal isi atau eksekusinya.
{  Hak untuk menggunakan berbagai program insentif pembelian, sejauh program itu jujur atau tidak menyesatkan.
Hak pembeli tradisional meliputi :
Ø  Hak untuk tidak membeli produk yang diobral
Ø  Hak untuk mendapatkan produk yang aman
Ø  Hak untuk mendapatkan produk yang memberi manfaat sesuai janjinya.
Dengan membandingkan hak-hak ini, banyak pihak meyakini bahwa keseimbangan kekuasaan ada di sisi penjual. Benar, pembeli dapat menolak membeli, tetapi kritikus merasa bahwa pembeli hanya mempunyai sedikit informasi, edukasi dan proteksi untuk membuat keputusan yang bijaksana ketika menghadapi penjual yang cerdik. Lembaga advokasi konsumen akhirnya menekan perlu ditambahkannya hak konsumen, sebagai berikut :
³ Hak mendapatkan pemberitahuan sebaik-baiknya tentang aspek penting produk
³ Hak mendapatkan perlindungan atas produk dan praktek pemasaran yang mencurigakan
³ Hak mempengaruhi produk dan praktek pemasaran dengan cara yang meningkatkan “kualitas kehidupan”
  
  2.    Environmentalisme
Environmentalisme adalah gerakan terorganisasi dari warga negara, bisnis dan badan pemerintah yang peduli terhadap perlindungan dan peningkatan lingkungan hidup masyarakat. Para pendukung gerakan lingkungan ini tidak menentang pemasaran dan konsumsi, mereka hanya ingin  masyarakat dan organisasi beroperasi dengan kepedulian yang lebih besar terhadap lingkungan. Tujuan sistem pemasaran, mereka menekankan, bukanlah memaksimalkan konsumsi, pilihan konsumen, atau kepuasan konsumen, tetapi lebih pada memaksimalkan kualitas kehidupan. Dan “kualitas kehidupan” ini tidak hanya diartikan sebagai kuantitas dan kualitas barang dan jasa konsumen, tetapi juga kualitas lingkungan. Para environmentalis ingin agar biaya lingkungan dimasukkan dalam pengambilan keputusan produsen dan konsumen.  
  3.    Tindakan Publik untuk Mengatur Pemasaran
Kekhawatiran warga tentang praktek pemasaran biasanya menarik perhatian publik dan proposal legislatif. Undang-undang baru diperdebatkan sebagian besar akan ditolak, dan sebagian akan dimodifikasi, dan beberapa akan diberlakukan. Tugas manajemen pemasaran adalah menerjemahkan hukum-hukum ini ke dalam bahasa yang dimengerti eksekutif pemasaran ketika mereka membuat keputusan tentang hubungan kompeititf, produk, harga, promosi, dan saluran distribusi.

Tindakan Bisnis Menuju Pemasaran yang Bertanggung Jawab Secara Sosial
 
  1.    Pemasaran yang Tercerahkan. Filosofi pemasaran yang tercerahkan menyatakan bahwa pemasaran perusahaan harus mendukung kinerja jangka panjang sistem pemasaran yang terbaik.
  2.    Pemasaran yang Berorientasi Konsumen. Pemasaran yang berorientasi konsumen berarti bahwa perusahaan harus memandang dan mengatur kegiatan pemasarannya dari sudut pandang konsumen. Perusahaan harus bekerja keras untuk merasakan, melayani, dan memuaskan kebutuhan kelompok pelanggan tertentu.
  3.    Pemasaran Nilai Pelanggan. Menurut prinsip pemasaran nilai pelanggan, perusahaan harus menempatkan sebagian besar sumberdayanya untuk berinvestasi dalam pemasaran yang membangun nilai pelanggan.
  4.    Pemasaran Inovatif. Prinsip pemasaran inovatif mensyaratkan perusahaan terus mencari perbaikan produk dan pemasaran yang sesungguhnya. Perusahaan yang gagal menemukan cara baru dan cara yang lebih baik untuk melakukan segala sesuatu pada akhirnya akan kehilangan pelanggan yang beralih ke perusahaan lain yang menemukan cara yang lebih baik.
  5.    Pemasaran yang mengemban misi. Pemasaran mengemban misi berarti bahwa perusahaan harus mendefinisikan misinya dalam istilah sosial yang luas dan bukan dalam istilah produk yang sempit. Jika perusahaan mendefinisikan misi sosialnya, karyawan akan merasa lebih baik tentang pekerjaan mereka dan mempunyai arah yang jelas. Merek yang terhubung dengan misi yang luas dapat melayani kepetingan jangka panjang merek dan konsumen.
  6.    Pemasaran Berwawasan Sosial. Mengikuti prinsip pemasaran berwawasan sosial, perusahaan yang tercerahkan membuat keputusan pemasaran dengan mempertimbangkan keinginan dan kepentingan konsumen, kebutuhan perusahaan, dan kepentingan jangka panjang masyarakat.
Produk dapat digolongkan menurut tingkat kecepatan kepuasan konsumen dan manfaat bagi konsumen jangka panjang, yaitu :
²  Produk cacat                     :           Produk yang tidak mempunyai daya tarik seketika maupun manfaat jangka panjang.
²  Produk menyenangkan     :           Produk yang memberikan kepuasan seketika yang tinggi tetapi mungkin merugikan konsumen dalam jangka panjang.
²  Produk bermanfaat           :           Produk yang mempunyai daya tarik rendah tetapi mungkin menguntungkan konsumen dalam jangka panjang.
²  Produk yang diinginkan    :           Produk yang memberikan kepuasan seketika yang tinggi maupun manfaat jangka panjang yang tinggi pula.
Etika Pemasaran
Pemasar yang berhati-hati menghadapi banyak dilema moral. Hal terbaik yang harus dilakukan sering tidak jelas. Berhubung tidak semua manajer mempunyai sensivitas moral yang baik, perusahaan harus mengembangkan kebijakan etika pemasaran perusahaan, panduan luas yang harus diikuti semua orang di dalam perusahaan. Kebijakan ini harus mencakup hubungan distributor, standart iklan, layanan pelanggan, penetapan harga, pengembangan produk, dan standar etika umum.

Ekuitas Merek

Membangun Merk atau Brand bukan lah hal yang mudah. Yang dimaksud “membangun” disini adalah menciptakan sebuah merk, kemudian menjadikan merk tersebut dikenal, dinilai dan mendapatkan loyalitas oleh publik. Pada dasarnya investor yang membeli perusahaan memiliki kecenderungan untuk mempertahankan merek mula-mula. Membuat merek baru jauh lebih beresiko dan mahal dibandingan perusahaan meneruskan atau membangun merek yang ada. Merek memiliki peranan penting dan tidak sekedar sebuah nama. Upaya membangun identitas merek memerlukan sejumlah keputusan tambahan terkait dengan nama, logo, warna, tagline (slogan), dan simbol.

Sebuah merek hanyalah alat taktik pemasaran dan pada intinya merek adalah janji pemasar untuk menyampaikan sejumlah fitur, keuntungan dan pelayanan yang konsisten dengan pembeli. Merek memiliki peran mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan menungkinkan konsumen untuk menuntut tanggung jawab atas kinerjanya kepada pabrikan atau distributor tertentu. Merek menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh sebuah perusahaan dan menjadi ujung tombak untuk menaklukkan hati konsumen atau pelanggan. Merek memiliki peranan penting dalam meningkatkan penjualan suatu produk perusahaan. Nama, jenis, dan bentuk dari suatu produk umumnya dicerminkan dari mereknya. Karena itulah merek menjadi salah satu prioritas dalam meluncurkan atau mempertahankan konsistensi suatu produk.  

Ruang Lingkup Penetapan Merek
 Penetapan merek (branding) adalah memberikan kekuatan merek kepada produk dan jasa. Penetapan merek adalah tentang menciptakan perbedaan antarproduk. Kekuatan merek terletak pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dipelajari, dipikirkan, dan dirasakan pelanggan tentang merek sepanjang waktu. Merek merupakan jangka panjang perusahaan yang apabila dikelola dengan maksimal akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan yang mengelolanya. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa merek-merek global yang sudah bertahan puluhan tahun beberapa diantaranya berhasil menjadi merek-merek termahal, karena dikelola oleh perencanaan manajemen merek yang sukses. 

Mendefinisikan Ekuitas Merek
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan kepercayaan merek yang terkait dengan merek tertentu, nama dan atau simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai pasar yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik bagi pemasar atau perusahaan maupun pelanggan.  Merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk, membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi, serta menawarkan perlindungan hukum kepada perusahan untuk fitur-fitur atau aspek unik produk. Merek lah yang menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk kembali.
Ekuitas merek timbul akibat perbedaan respons konsumen. Jika tidak ada perbedaan, maka pada intinya produk nama merek merupakan suatu komoditas atau versi generik dari produk. Kedua, perbedaan respons adalah akibat pengetahuan konsumen tentang merek. Pengetahuan merek (brand knowledge) terdiri dari semua pikiran, perasaan, citra, pengalaman, keyakinan, dan lain-lain yang berhubungan dengan merek. Ketiga, respons diferensial dari konsumen yang membentuk ekuitas merek tercermin dalam persepsi, preferensi, dan perilaku yang berhubungan dengan semua aspek pemasaran merek.

Ekuitas Merek sebagai Jembatan
Dari perspektif ekuitas merek, pemasar harus memikirkan semua biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk produk dan jasa setiap tahun sebagai investasi dalam pengetahuan merek konsumen. Pengetahuan merek yang tercipta oleh investasi pemasaran akan memberikan arah masa depan yang tepat bagi merek. Konsumen akan memutuskan, berdasarkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan tentang merek, ke mana dan bagaimana mereka pikir merek itu seharusnya dipersepsikan dan berkenaan atau tidak akan segala bentuk tindakan atau program pemasaran. Janji merek adalah visi pemasar tentang seperti apa mereka seharusnya dan apa yang harus dilakukan merek untuk konsumen. Nilai dan prospek masa depan merek sebenarnya terletak pada konsumen, pengetahuan mereka tentang merek, dan kemungkinan respons mereka terhadap kegiatan pemasaran sebagai hasil dari pengetahuan ini.

Model Ekuitas Merek
Penilai aset merek (Brand Asset Valuator-BAV) memberikan ukuran komparatif ekuitas merek dari banyak merek di kategori berbeda. Ada lima komponen atau pilar, menurut BAV, yaitu :
  a. Diferensiasi, mengukur tingkat sejauh di mana merek dianggap berbeda dari merek lain.
  b. Energi, mengukur arti momentum merek.
  c. Relevansi, mengukur cakupan daya tarik merek.
dd. Harga diri, mengukur seberapa baik merek dihargai dan dihormati. 
  e. Pengetahuan, mengukur kadar keakraban dan keintiman konsumen dengan merek. 
Diferensiasi, energi dan relevansi digabungkan untuk menentukan kekuatan merek yang menggerakkan, yang menunjukkan nilai masa depan merek. Harga diri dan pengetahuan menciptakan reputasi merek. Gabungan kekuatan merek yang menggerakkan dan reputasi merek membentuk power gird, yang menggambarkan tahap-tahap dalam siklus pengembangan merek.

Membangun Ekuitas Merek
Pemasar membangun ekuitas merek dengan menciptakan struktur pengetahuan merek yang tepat untuk konsumen yang tepat. Proses ini bergantung pada semua kontak yang berhubungan dengan merek-baik dilakukan oleh pemasar maupun bukan. Dari perspektif manajemen pemasaran ada tiga kumpulan utama penggerak ekuitas merek, yaitu:
1. Pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek.
2. Produk dan jasa serta semua kegiatan pemasaran dan program pemasaran pendukung yang menyertainya.
3. Asosiasi lain yang diberikan secara tidak langsung ke merek dengan menghubungkan merek tersebut dengan beberapa entitas lain

Memilih Elemen Merek
Elemen merek adalah alat pemberi nama dagang yang mengidentifikasikan dan mendiferensiasikan merek. Pemasar harus memilih elemen merek untuk membangun ekuitas merek sebanyak mungkin. Elemen-elemen ini adalah apa yang dipikirkan atau dirasakan konsumen terhadap merek jika hanya elemen merek yang mereka ketahui. Elemen merek yang memberikan kontribusi positif pada ekuitas merek.
            Adapun enam kriteria untuk memilih elemen merek, yaitu:
1.      Dapat diingat
2.      Berarti
3.      Dapat disukai
4.      Dapat ditransfer
5.      Dapat disesuaikan
6.      Dapat dilindungi
Dapat diingat, berarti, dan dapat disukai adalah pembangunan merek. Dapat ditransfer, dapat disesuiaikan, dan dapat dilindungi berhubungan dengan cara mempengaruhi dan melindungi ekuitas elemen merek dalam menghadapi peluang dan keterbatasan. 

Merancang Kegiatan Pemasaran Holistik
Pelanggan mengenal merek Coca Cola melalui banyak sentuhan dan titik kontak; observasi dan penggunaan pribadi, berita dari mulut ke mulut, interaksi dengan personel perusahaan, pengalaman online atau telepon, dan transaksi pembayaran.
Kontak merek (brand contact) adalah semua pengalaman yang membawa informasi, baik positif maupun negatif, yang dimiliki pelanggan atau prospek dengan merek, kategori produk, atau pasar yang berhubungan dengan produk atau jasa pemasar. Pemasar holistik menekankan tiga tema baru yang penting dalam merancang program pemasaran pembangunan merek; personalisasi, integrasi, dan internalisasi. Memastikan merek dan pemasarannya serelevan mungkin dengan sebanyak mungkin pelanggan merupakan sebuah tantangan, mengingat tidak ada dua pelanggan yang identik.

Mengangkat Asosiasi Sekunder
Asosiasi merek sekunder ini dapat menghubungkan merek dengan sumber-sumber, seperti:
Ý  perusahaan itu sendiri melalui strategi penetapan merek,
Ý  dengan negara atau geografis lain melalui identifikasi asal produk,
Ý  dengan saluran distribusi melalui strategi saluran;
begitu pula dengan merek lain melalui :
g  bahan atau pemerekan bersama,
g  karakter melalui lisensi,
g  juru bicara melalui pensponsoran,
g  acara olahraga atau budaya melalui kegiatan sponsor
g  beberapa sumber pihak ketiga lain melalui penghargaan atau ulasan
            Sumber sekunder pengetahuan merek
   Æ      Merek lain, meliputi:              Aliansi, bahan, perusahaan, dan perluasan. 
   Æ      Orang, meliputi:                      Karyawan dan sponsor.
   Æ      Tempat, meliputi:                    Negara asal dan saluran. 
   Æ      Barang, meliputi:                     Acara, gerakan, dan pensponsoran pihak ketiga.

Mengukur Ekuitas Merek
 Ada dua pendekatan dasar untuk mengukur ekuitas merek., yaitu :
[ a. Pendekatan tidak langsung menilai sumber ekuitas merek yang potensial dengan mengidentifikasi dan melacak struktur pengetahuan merek konsumen. 
[ b. Pendekatan langsung menilai dampak aktual pengetahuan merek terhadap respos konsumen pada berbagai aspek pemasaran.
Agar ekuitas merek dapat melaksanakan fungsi strategis yang berguna dan memandu keputusan pemasaran, pemasar harus benar-benar memahami
(1) sumber ekuitas merek dan bagaimana sumber itu mempengaruhi hasil yang diharapkan,
(2) bagaimana bila sumber-sumber dan hasil ini berubah seiring berjalannya waktu.
Audit merek penting bagi poin pertama dan penelusuran merek penting bagi poin kedua.
Audit merek (brand audit) adalah prosedur yang berfokus pada konsumen untuk menilai kesehatan merek, mengungkap sumber ekuitas mereknya, dan menyarankan cara untuk meningkatkan dan mengangkat ekuitasnya.
Studi penelusuran merek (brand-tracking studies) mengumpulkan data kuantitatif dari konsumen secara rutin sepanjang waktu untuk memberikan informasi dasar yang konsisten tentang bagaimana kinerja merek dan program pemasaran mereka pada aspek-aspek kunci.

Mengelola Ekuitas Merek
Merek merupakan aset tidak berwujud yang dimiliki perusahaan yang sifatnya tetap, maka perlu dikelola agar nilainya tidak menyusut. Pengelolaan merek yang efektif dipengaruhi oleh tindakan pemasaran jangka pendek dan jangka panjang salah satunya dengan meningkatkan produk, pelayanan dan pemasaran.untuk mengubah pengetahuan konsumen terhadap merek karena respons pelanggan terhadap aktivitas pemasaran tergantung pada apa yang mereka ketahui tentang merek.
Dengan mengakui bahwa salah satu asset paling bernilai adalah merek, banyak perusahaan memutuskan untuk mengungkit aset dengan memperkenalkan sejumlah produk baru dalam beberapa nama merek mereka yang paling kuat. Kebanyakan produk baru sesungguhnya adalah perluasan lini- umumnya 80% sampai 90%.